SUKU MAKASSAR
Suku
Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir
selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkassara' berarti
Mereka yang Bersifat Terbuka. Etnis Makassar ini adalah etnis yang
berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan
jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan Gowa,
mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan
kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium
bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan
bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian
utara. Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan
Banten dan seluruh kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun
Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan ini juga menghadapi perang
yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adudomba Belanda
terhadap Kerajaan taklukannya. Berbicara tentang Makassar maka adalah
identik pula dengan suku Bugis yang serumpun. Istilah Bugis dan Makassar
adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah kedua
etnis ini. Hingga pada akhirnya kejatuhan Kerajaan Makassar pada
Belanda, segala potensi dimatikan, mengingat Suku ini terkenal sangat
keras menentang Belanda. Dimanapun mereka bertemu Belanda, pasti
diperanginya. Beberapa tokoh sentral Gowa yang menolak menyerah seperti
Karaeng Galesong, hijrah ke Tanah Jawa memerangi Belanda disana. Bersama
armada lautnya yang perkasa, memerangi setiap kapal Belanda yang mereka
temui
Pada
dasarnya masyarakat masyarakat asli makassar ada pada kabupaten gowa
dimana dahulu kala gowa adalah sebua kerajaan besar yang mencakup banyak
kekuasaan bahkan kekuasaanya mencapai afrika selatan dan brunai
darusalam itu adalah masa kejayaan kerajaan gowa pada masa pemerintahan
sutltan hasanuddin yang sering di gelar ayam jantan dari timur, namun
pada masa perlawanan melawan penjajah kerajaan gowa mengalami kekalahan
perang melawan belanda dan kerajaan bone pada masa itu sehingga hal itu
membuat banyak kekacauan dan kerugian besar bagi masyarakat gowa.
Sejak
saat itulah banyak orang orang makassar yang mayoritas berbahasa asli
makassar yang berpindah ke daerah pegunungan selain untuk membuat
strategi perang juga melakukan perang secara gerilya di hutan hutan
gunung lompo battang, banyak sekali orang makassar membentuk
kelompok-kelompok kecil dan membuat latihan perang mereka, kepergian
mereka dari kerajaan gowa bukanlah tanpa alasan, karna pada masa
pemerintahan anak sultan hasanuddin saat itu orang gowa harus menerima
sebuah perjanjian yang amat merugikan masyarakat gowa maka dari itulah
banyak orang gowa yang pergi meninggalkan ibukota kerajaan dan beralih
memasuki hutan gunung lompobattang dan sejak saat itulah mereka mulai
menetap di sana dan pada masa kemerdekaan mereka mulai membangun
pedesaan pedesaan yang mereka huni sampai sekarang.
Bahasa
asli makassar sebenarnya masih terjaga baik di daerah gowa bagian
selatan tepatnya di kaki gunung lompobattang dimana di desa desa ini
keaslian bahasa masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan
bahasa moderen maupun teknologi,.
Di
banyak tempat di kabupaten gowa ini memang mayoritas orang makassar dan
berbahasa makassar namun juga sudah banyak sekali bahasa makassar yang
asli yang di hilangkan bahkan sudah banyak bahasa makassar yang
tercampur dengan bahasa bugis, konjo dan lain lain padahal bahasa asli
orang makassar adalah bahasa makassar (lontara,) bukan konjo ataupun
yang lainya.
Di
zaman sekarang ini sudah sangat susah menemukan orang yang berbahasa
makassar secara original atau asli, Namun kita masih bisa menemukan
bahasa alsli makassar di daerah itu seperti di (lembang bu’ne, lembayya,
cikoro, datara, tanete, dan seputaran malakaji. Berikut adalah daftar
kabupaten di sulawesi selatan yang memakai bahasa makassar dalam
keseharian :
1. Gowa
2. Takalar
3. Jeneponto
4. Bantaeng
5. Bulukumba
Perkembangan Religi / Agama
Sejak
dahulu, masyarakat Sulawesi Selatan telah memiliki aturan tata hidup.
Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan, sistem pemerintahan, sistem
kemasyarakatan dan sistem kepecayaan. Orang Bugis menyebut keseluruhan
sistem tersebut Pangngadereng, orang Makassar Pangadakang, Orang Luwu menyebutnya Pangngadaran, Orang Toraja Aluk To Dolo dan Orang MandarAda’.
Dalam hal kepercayaan penduduk Sulawesi Selatan telah percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Dewata SeuwaE (dewa yang tunggal). Terkadang pula disebut oleh orang Bugis dengan istilah PatotoE (dewa yang menentukan nasib). Orang Makassar sering menyebutnya dengan Turei A’rana (kehendak yang tinggi). Orang Mandar Puang Mase (yang maha kedendak) dan orang Toraja menyebutnya Puang Matua (Tuhan yang maha mulia).
Mereka
pula mempercayai adanya dewa yang bertahta di tempat-tempat tertentu.
Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang berdiam di Gunung
Latimojong. Dewa tersebut mereka sebut dengan nama Dewata Mattanrue. Dihikayatkan bahwa dewa tersebut kawin dengan Enyi’li’timo’ kemudian melahirkanPatotoE. Dewa PatotoE kemudian kawin dengan Palingo dan melahirkan Batara Guru. Batara Guru dipercaya
oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan sebagai dewa penjajah. Ia
telah menjelajahi seluruh kawasan Asia dan bermarkas di puncak Himalaya.
Kira-kira satu abad sebelum Masehi Batara Guru menuju ke Cerekang Malili dan membawa empat kasta. Keempat kasta tersebut adalah kasta Puang, kastaPampawa Opu, kasta Attana Lang, dan kasta orang kebanyakan.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan Bahasa
Selain itu Batara Guru juga
dipercaya membawa enam macam bahasa. Keenam bahasa tersebut
dipergunakan di daerah-daerah jajahannya. Keenam bahasa itu adalah:
a. Bahasa TaE atau To’da.
Bahasa ini dipergunakan masyarakat yang bermukim di wilayah Tana Toraja
, Massenrengpulu dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian yang
bernama Gellu’.
b. Bahasa Bare’E.
Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Poso
Sulawesi Tengah. Mereka dibekali dengan kesenian yang disebutnya Menari.
c. Bahasa Mengkokak,
bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Kolaka
dan Kendari Sulawesi Tenggara. Mereka pula dibekali dengan kesenian,
yang namanya Lulo’.
d. Bahasa Bugisi. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di Wajo seluruh daerah disekitarnya dan dibekali dengan kesenian Pajjaga.
e. Bahasa Mandar. Bahasa ini dipergunakakan oleh masyarakat yang berdiam di wilayah Mandar dan sekitarnya. Mereka dibekai dengan kesenian Pattundu.
f Bahasa Tona.
Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah
Makassar dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian dan sebutnya Pakkarena.
Proses Asimilasi dan Enkulturasi Pada Suku Makassar
Proses Asimilasi dan Enkulturasi Pada Suku Makassar
Pada
proses asimilasi Suku Makassar terdapat percampuran dari budaya asing
yang masuk ke suku makassar dan kemudian menjadi bagian dari adat
masyarakat suku makassar. Seperti pada upacara kematian suku makassar,
terdapat suatu tradisi yaitu membuat usungan (ulureng) untuk golongan to
sama’ (tau samara = orang kebanyakan) atau Walasuji ( untuk golongan
bangsawan ) yang terbentuk 3 susun. Pada masa ini budaya seperti itu
sudah terlupakan oleh masyarakat asli makassar. Masyarakat asli makassar
yang berdomisili di kota Makassar mulai bercampur kebudayaaannya dengan
budaya masyarakat perkotaan atau urban yang sifatnya efisien dan tidak
memakan waktu lama. Hal itu terlihat dari mulai dari upacara pemakaman
yang berlangsung sangat singkat dan tidak menggunakan adat- adat yang
seharusnya dilakukan oleh masyarakat suku asli Makassar.
Proses
enkulturasi pada masyarakat Makassar yaitu adat istiadat pada
masyarakat suku makassar yang kemudian akan berkembang menjadi
norma-norma dan bagian dalam kehidupan masyarakat. Norma-norma tersebut
kemudian menjadi sebuah aturan yang akan menetap pada kehidupan suku
asli Makassar. Ketika norma itu tidak di taati atau dipenuhi maka akan
orang yang melanggarnya mungkin tidak dikenai sanksi hukum tetapi akan
di berikan stigma buruk oleh masyarakat Suku Makassar
Kaitan Antara Psikologi Lintas Budaya dari Segi Moral dan Kepribadian
Pada
adat istiadat suku Makassar asli dapat dilihat bahwa masyarakat suku
Makassar asli sangat menghormati ritual-ritual yang harus dilakukan
sebelum melangsukan suatu acara. Para masyarakat tersebut percaya bahwa
dengan melakukan ritual tersebut maka akan mendapatkan perlindungan dari
Tuhan dan setiap apa yang dikerjakan akan di berkahi oleh Yang Maha
Kuasa. Hal ini kemudian yang membentuk perilaku manusia untuk selalu
menjalankan ritual sebelum melakukan sesuatu hal yang sudah di
rencanakan. Bila ritual ini tidak dilakukan maka akan membuat seseorang
merasa tidak yakin dengan apa yang dikerjakan dan khawatir akan mencapai
kegagalan. Dari segi moral dapat dilihat bahwa masyarakat suku
asli makassar akan hidup sesuai dengan norma-norma yang diterapkan.
Norma tersebut yang akan membuat seseorang menjadi lebih baik dalam bersikap dan bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat
Sumber : Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar