Selasa, 07 Agustus 2012

Perebutan Supremasi Kekuasaan di Indonesia Timur Dalam Abad XVII (Part II)1

 

Sultan Muhammad Said lahir pada tanggal 11 Desember 1607. Di beri gelar KaraEng Lakiung. Patimarang kerajaan Goa pada tanggal 13 Agustus 1624 dan dilantik menjadi Raja Goa XV pada tanggal 19 Desember 1639. (Patimarang = putra mahkota, raja muda).

KaraEng Pattingalloang

Sewaktu Sultan Muhammad Said dilantik menjadi raja, maka sebagai mangkubuminya ialah putera KaraEng Matuaya yang bernama I Mangadacinna Daeng Sitaba, KaraEng Pattingalloang, Sultan Mahmud, Tumenanga ri Bontobiraeng. Tetapi namanya yang terkenal jauh keluar dari tanah tumpah darahnya ialah KaraEng Pattingalloang itulah. Dia lahir pada tahun 1600 dan mangkat tanggal 15 september 1654 dalam kedudukannya sebagai mangkubumi kerajaan Goa dan Tallo, serta dimakamkan di Bontobiraeng, maka KaraEng Pattingalloang di gelar juga "Tumenanga ri Bontobiraeng", artinya "Yang beradu di Bontobiraeng"

Dalam buku silsilah dari raja-raja Goa terang tercatat, bahwa KaraEng Pattingalloang adalah seoarang yang bijaksana dan pandai bergaul dengan bangsa-bangsa pendatang dari berbagai-bagai negeri di benua Eropah, karena beliau mengenal juga dengan baik berbagai-bagai bahasa asing, terutama mahir sekali dalam berbahasa Portugis, Spanyol dan Latin. Dan umumnya pembesar-pembesar Goa waktu itu mahir sekali mempergunakan bahasa Portugis.

KaraEng Pattingalloang inilah yang dikarangkan syair oleh Vondel dalam sebuah globe yang terbuat dari kuningan pada tahun 1647 yang dikirimkan oleh pemerintah Belanda (De Bewintheeren der Oost Indishe Maatschappije) kepada KaraEng Pattingalloang sebagai tanda persahabatan. Begitu luas pengetahuannya dan perhatiannya yang besar terhadap ilmu pengetahuan, sehingga oleh penyair Belanda Joost van den Vondel dinyatakan dalam globe yang dikirimkan itu bahwa beliau adalah seseoarang "yang otaknya selalu mencari-cari, dan seluruh dunia terlalu kecillah baginya" (Wiens al doorsnuffelende brein, en gansche weerelt valt ta kliein).

Memperluas Daerah

Pada tanggal 14 maret 1640 raja Goa Sultan Muhammad Said mengedarkan "bila-bila" (undangan) kepada raja-raja yang takluk ke padanya mengundang mereka itu datang dalam tempo sebulan dan pada tanggal 13 April 1640 Sultan Muhammad Said berlayarlah ke Luwu, kemudian ke Coro (dipulau Muna) dan terus ke Dompu, lalu kembali ke Goa. Barulah pada tanggal 18 Juni 1640 rakyat Dompu datang memperhambakan diri kepada Raja Goa Sultan Muhammad Said.

Raja Goa mengedarkan lagi "bila-bila" pada tanggal 23 September 1640 yang ditujukan kepada kerajaan-kerajaan jajahannya supaya datang dalam tempoh 35 hari dan pada tanggal 27 Oktober 1640 bertolaklah Raja Goa Sultan Muhammad Said dari Sombaopu (Makassar) untuk memerangi Walinrang. Baginda menumpang dalam kenaikannya yang bernama I Galle I Nyannyik Sangguk. Walinrang dikalahkannya pada tanggal 15 Desember 1640 setelah mengalahkan negeri Bolong yang terletak di Tanah Toraja.

Membantu Maluku

Walaupun telah ada perjanjian persahabatan antara van Diemen dengan Goa, tetapi Raja Goa dibantu oleh Raja Tallo tetap selalu memberikan bantuannya kepada Kimelaha di Luhu (Ambon) untuk memerangi Belanda. *13)

Adapun Kimelaha itu di akui oleh Sultan Alauddin (ayahanda Sultan Muhammad Said) sebagai Raja Ambon, tetapi sebaliknya Kimelaha diwajibkan membayar kepada Raja Goa wang dan harta benda sebab pertolongan yang diberikan kepadanya itu.

Pada tanggal 23 Januari 1641 maka dikirimlah lagi bala bantuan ke Ambon oleh Sultan Muhammad Said.

Bagi rakyat Ambon (Maluku) terutama dari golongan Islam, maka raja Goa dianggap sebagai satu-satunya tempat untuk meminta bantuan untuk menghadapi tindakan-tindakan Belanda di Maluku dan sebagai pelindung orang-orang Islam di tempat itu.

Kekalahan Bone di Pasempek

Dalam tahun 1640 hanyalah pembesar-pembesar kerajaan Bone dengan pengikut-pengikutnya lari dari Bone ke Goa, sebab takut kemurkaan raja Bone La Maddarammeng, yang digelar Opunna Pakkokongnge.

La Maddarammeng tidak disukai oleh rakyatnya berhubung karena dia memaksa rakyatnya untuk melaksanakan ajaran Islam secara murni. Beberapa kebiasaan-kebiasaan lama yang masih dilakukan rakyatnya, disuruh hapusnya. Dialah juga yang memerintahkan untuk memerdekakan semua hambasahaya dalam kerajaannya.

Tindakan itu ditentang oleh bangsawang-bangsawang Bone, terutama oleh ibunya sendiri, We Tenrisoloreng Makkalaure Datu Pattiro. Bahkan ibundanya inilah yang menjadi penentang utamanya. Oleh sebab itu maka disuruh serangnya Pattiro, menyebabkan ibundanya beserta beberapa pembesar lainnya lari ke Goa minta perlindungan.

Sultan Muhammmad Said memperingatkan La Maddarammeng agar memperbaiki sikapnya terhadap rakyatnya dan berusaha mendamaikan raja Bone dengan pembesar-pembesar yang lari itu, tetapi karena tidak berhasil, akhirnya Goa memerangi Bone.

Pada mulanya Wajo (sebagai sekutu Goa) yang disuruh menyerang Bone dari sebelah utara. Setelah bertempur selama 2 bulan lamanya, maka Arung Matowa Wajo La Isigajang to Bunek gugur dalam pertempuran. Maka tibalah bantuan Goa dan Sidenreng menyerang Bone.

Dinyatakan bahwa pada tanggal 8 Oktober 1643 raja Goa Sultan Muhammad Said sendiri berangkat ke Agangnionjok (Tanete) untuk mengadakan peperangan dengan Bone. Jam 15.00 raja tiba di Pancana dengan 125 buah perahu beserta tentaranya. Atas bantuan orang Sidenreng yang datang memperkuat tentara Goa dan Wajo yang sedang bertempur, Bone dapat dikalahkan dan rajanya lari ke Larompong (Luwu)*14). Tetapi lasykar Goa mengejar terus sampai La Maddarammeng tertawan di Cimpu. Saudara La Maddarammeng, La Tenriaji to Senrima dapat meloloskan diri dan kembali ke Bone.

Orang Bone dengan sendirinya takluk di bawak kekuasaan Makassar dengan suatu perjanjian bahwa mereka itu tetap memegang hak-hak istimewa yang telah diberikan raja Goa kepadanya.

Sebagai pengawas maka raja Goa menempatkan Karaeng Sumanna sebagai "Jannang"*15) sedangkan Tobalang, Arung Tanete sebagai Kadi. *16) Tetapi berhubung oleh karena Karaeng Sumanna merasa kurang mampu untuk menduduki jabatan "Jannang" itu, maka atas usul Karaeng Sumanna dan disetujui oleh Sultan Muhammad Said akhirnya Arung Tobalang yang menjadi "Jannang" di Bone.

Pada tanggal 19 November 1643 raja Goa Sultan Muhammad Said kembali ke Goa setelah mengalahkan kerajaan Bone dalam peperangan di Pare-Pare, sedangkan La Maddarammeng barulah pada tanggal 23 Juli 1644 berada di Makassar.

Saudara La Maddarammeng yang bernama La Tenriaji to Senrima beserta sepupunya, Daeng Pabilla dan Arung Kung, mengadakan perlawanan terhadap Goa. Atas bantuan Raja Soppeng maka dalam tahun 1646 La Tenriaji to Senrima beserta sepupunya telah dapat mengumpulkan suatu kekuatan yang berjumlah 70.000 orang (rakyat Bone dan Soppeng). Oleh sebab itu maka pada tanggal 18 April 1646 raja Goa berlayarlah ke Bone untuk memadamkan perlawanan itu.

Sesudah perlawanan itu dikalahkan dan pemimpin-pemimpinnya itu ditangkap, maka pada tanggal 25 Mei 1646 raja Goa Sultan Muhammad Said kembalilah dari Bone. Peperangan inilah yang dinamai dalam bahasa Bugis "Beta ri Pasempek" (Kekalahan di Pasempek)

Segala hak-hak dan kehormatan-kehormatan yang pada mulanya di biarkan dahulu kepada Bone dicabut dan seluruh negeri termasuk juga Soppeng dianggap sebagai daerah Goa (1646).*17) Sedangkan La Maddarammeng pada tanggal 19 Juni 1646 diasingkan ke Siang (Pangkaje'ne Kepulaan).

Dengan jatuhnya Bone maka Goa memerintah seluruh Sulawesi. Selain dari itu maka daerah-daerah kekuasaan dan pengaruh kerajaan Goa meliputi kerajaan-kerajaan Berau dan Kutai di Kalimantan Timur, Sangir dan Talaud, kepulauan Nusa Tenggara (kecuali Pulau Bali), Marege (Australia Utara) dan kepulauan Maluku Selatan (kecuali Ambon dan Banda).

Hal inilah yang menyebabkan kegelisahan dan menimbulkan kesukaran yang dialami oleh Kompeni Belanda dalam perdagangannya di Maluku. Sebgaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya mengenai penyerangan yang hebat yeng terjadi terhadap Hitu dan Wawani dalam tahun 1643 dan selanjutnya terjadi berulang-ulang kali dilakukan oleh Makassar, penyebab utama ialah tujuan menghalang-halangi pemusnahan tanaman cengkeh di tempat itu yang dilakukan oleh Belanda. *18)

Arung Palakka

Setelah peperangan di Pasempek berakhir, maka raja Goa Sultan Muhammad Said mengadakan pertemuan dengan sekutu-sekutunya, yaitu, dengan Arung Matoa Wajo La Makkaraka Tapatemoui Matinroe ri Pangaranna dan Datu Luwu La Palisbunga Daeng Mattuju Sultan Ahmad Nazaruddin Matinroe ri Goa. Dalam pertemuan itu ditetapkan bahwa orang-orang Bone yang ditawan karena peperangan itu harus dibagi sama banyak diantara ketiga Raja itu. *19)

Diantara tawanan-tawanan pemberontak Bone itu, maka terdapat seorang Bangsawan muda yang bernama La Tenritatta Toaputunru Arung Palakka, yang dilahirkan di Lamatta (Soppeng) pada tanggal 15 September 1634 *20), ibunya bernama We Tenrisuik Datu Mario ri Wawo putri raja Bone La Tenrirua Sultan Adam yang mangkat di Bantaeng. We Tenrisuik digelar juga Arung Palakka Pattiro karena meratui daerah Palakka wilayah Bone.

Sifat-sifat Sultan Muhammad Said

Sultan Muhammad Said seorang raja yang berani, bijaksana, hormat kepada orang tuanya, dijunjung tinggi oleh anak buahnya, tahu membalas budi serta tidak memperbeda-bedakan antara orang Bangsawan dengan orang kebanyakan. Pandai bergaul dengan sesamanya raja dan dipuji sebagai seorang yang memperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Dia bersahabat dengan Gubernur di Manila, Raja Muda di Goa (India), Presiden di Keling (Koromandel), Merchante (saudagar) di Mezulipatan. Bersahabat dengan raja Inggris, raja Portugal, raja Kastilia (Spanyol) dan dengan Mufti di Mekah. Mufti inilah yang mula-mula memberikan gelran Sultan Muhammad Said karena memang nama Arabnya : Malikussaid. *21)

Selanjutnya oleh Sultan Muhammad Said tetap dilanjutkan persahabatan dengan raja-raja Nusantara lainnya, sebagaimana yang telah di bina oleh ayahanda baginda Sultan Alauddin seperti : Bali, Aceh, Banten, dan Mataram.

Pada tanggal 3 September 1646 Sultan Muhammad Said mengawinkan puterinya yang bernama Karaeng Bontojekne dengan Sultan Bima Iyam-Bela dan dalam tahun 1646 ini juga Sultan Muhammad Said mengalahkan Mandar dan rakyat-rakyat lainnya yang belum takluk kepadanya. Diadakannya hakim-hakim untuk mengadili bangsa-bangsa Eropah (1651) yang akan memutuskan segala perkara yang menyangkut dengan orang-orang Eropah. *22)

Pertempuran Laut Makassar-Belanda

Pada tanggal 5 November 1651 bangsa Belanda memajukan permohonan untuk meminta tanah Ambon dari Raja Goa, supaya Goa melepaskan diri dari turut campur tangan dalam masalah Ambon. Dan dalam satu pertempuran laut di dekat pulau Buru, angkatan laut Belandadi bawah pimpinan laksamana de Vlaming telah membinasakan 40 buah perahu perang orang Makassar. Dalam pertempuran ini orang Makassar di serang oleh Belanda bersama-sama dengan orang Ternate.

Orang Ternate pada waktu itu membantu Belanda berhubung oleh karena telah di taklukkannya daerah-daerah Ternate di Sulawesi Utara oleh Goa, sedangkan Raja Goa menaklukkan daerah-daerah itu setelah raja Ternate memberikan hak monopoli cengkeh kepada Belanda di pulau Ambon.

Berhubung dengan terjadinya pertempuran-pertempuran laut antara Goa dengan Belanda di perairan Maluku, maka terdapat gejala kemungkinan penyerangan Belanda di Sulawesi. Itulah sebabnya maka di utuslah Karaeng Katapang pada tanggal 3 Juli 1652 ketanah Mandar untuk membuat pertahanan-pertahanan di tempat itu. Dan pada tanggal 21 November 1652 diterimalah surat dari rakyat Ternate yang dipersembahkan kepada raja Goa, bahwa Sultan Mandarsyah telah diturunkan dari takhta kerajaannya dan digantikan oleh saudaranya yang bernama Manila.

Berhubung dengan gentingnya keadaan di Ambon, maka diutuslah Daeng ri Bulekang pada tanggal 29 November 1652 dengan sebuah angkatan perang untuk menolong rakyat ditempat itu yang mengadakan perlawanan pada rajanya yang telah bersekutu dengan Belanda.

Pada tanggal 27 Mac 1653 muncullah armada Makassar yang terdir dari lebih 100 buah perahu-perang di peraiaran Ambon untuk menyerang dan melemahkan kedudukan orang Belanda di Ambon. Tetapi armada Belanda dibawah pimpinan de Vlaming pada waktu itu telah berada di Buton dan disinilah kedua armada itu bertemu. Dan menurut pihak Belanda, bahwa dalam pertempuran itu tidak ada pihak yang menang atau kalah, berhubung karena malam terlalu gelap menyebabkan usaha Belanda untuk memberiakan kerugian besar kepada armada Makassar tidak tercapai. *23)

Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam tahun ini juga (1653) Goa bersekutu dengan Ternate melawan Belanda, maka bertempurlah angkatan laut Belanda dengan angkatan laut Makassar di perairan Ternate.

Pemimpin pemberontakan di Maluku ialah Majira dalam bulan Januari 1653 telah berangkat kembali ke Maluku dari Makassar dengan membawa 30 buah perahu bersenjata lengkap. Selanjutnyakira-kira sebulan kemudian, Arnold de Vlaming tiba juga di Makassar. Ia berusaha untuk menggerakkan hati raja supaya mengirim perutusan bersamanya ke Betawi untuk mengakhiri tegang keadaan antara Makassar denga Kompeni Belanda. Raja menolak hal itu, tetapi menyerahkan sebuah surat untuk Gubernur Jenderal Maetsuyker. Ternyata surat yang dibawah de Vlaming itu hanya bersifat pemberitahuan, bahwa raja ini hidup damai dengan Kompeni, tetapi mengemukakan disampin itu permintaannya supaya rakyat Islam Ambon dan Seram, yang "telah bersedia menyerahkan diri kedalam tangan kita untuk dilindungi hidup dan kepercayaannya" turut dalam perdamaian. Juga disamaikan bahwa ia (raja) akan mengirimkan perutusan ke Ambon untuk menjujungi daerah-daerah dan rakyat tersebut itu tadi.

Bagi Maetsuyker dan dewannya, tulisan ini merupakan suatu "casus belli" dimana raja meninggikan diri sebagai pelindung rakyat yang berada dibawah Kompeni. Dan dalam sidangnya 21 Oktober 1653 mereka memutuskan memaklumkan perang kepada Makassar dan mengadakan persiapan-persiapan yang perlu.

Pertempuran yang sungguh-sungguh terjadi lebih pagi dari yang Belanda sangkakan, karena belum tahun berakhir telah terlibat dalam pertempuran 2 buah kapal Kompeni dalam perjalanan dari Betawi ke Ambon dengan 19 buah perahu-perahu Makassar dekat ujung timur Buton. Walaupun perahu-perahu Makassar itu mengalami kerugian besar, namun berhasil juga menangkap 5 orang Belanda dan membawanya ke Makassar.

Dengan ini dimulailah pertempuran yang dilakukan diberbagai tempat. Majira memimpin pemberontakan terhadap Kompeni di Seram, dimana dia mendapat sokongan ratusan orang-orang Makassar. *24)

Sultan Muhammad Said Mangkat

Pada tanggal 5 November 1653 Sultan Muhammad Said Mangkat mangkat dan di gantikan oleh puteranya yang bernama I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin.

Sultan Muhammad Said setelah mangkatnya di gelar juga Tumenanga ri Papanbatuna, orang yang beradu di batu tulisnya, berhubung oleh karena beliau amat pandai sekali menulis huruf Makassar dan huruf Arab dengan bagus dan dengan indahnya. Terlebih-lebih lagi karena beliau memang seorang yang gemar sekali belajar dan menulis.

Dan dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin sebagai Raja Goa XVI perebutan supremasi kekuasaan di Indonesia Timur masih terus berlangsung antara kerajaan Goa di satu pihak dengan Kompeni Belanda di pihak lainnya.


Catatan kaki :
*13) B. Erkelens. Geschiedenis van het rijk Gowa, Verhandelignen van het Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Deel L. Batavia, 1897, h.84
*14) B. Erkelens, op.cit.h.85
*15) "jannang" berarti pengawas, komisaris (kerajaan Goa di Bone)
*16) G.J. Wolhoff dkk, Sejarah Goa, Jajasan Kebudayaan Sulawesi Selatan & Tenggara, Makassar, 1963,h.71.
*17) Menurut B. Erkelens, op.cit.h.85, ialah tahun 1643. Tetapi menurut buku harian Kerajaan Goa dan Tallo ialah tahun 1646 (A. Ligtvoet, Transcriptie van het Dagboek der Vorsten van Gowa en Tallo met vertaling en aanteekeningen, B.K.I, 1880, h.107).
*18) B. Erkelens, op.cit
*19) Abd. Razak Daeng Patunru, Sejarah Gowa, Jajasan Kebudayaan Sulawesi Selatan & Tenggara, Makassar, 1971,h.35.
*20) A. Ligtvoet, op.cit.h.95.
*21) G.J. Wolhoff, op.cit.h.69-70.
*22) A. Ligtvoet, op.cit.h.111.
*23) B. Erkelens, op.cit.h.85.
*24) F.W. Stapel, Geschiedenis van Nederlandsch Indie, deel III, Joost van den Vondel, amsterdam, 1939, h.331-332.
.

Sumber :  http://adhiehr.blogspot.com/2011/01/perebutan-supremasi-kekuasaan-di.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar